Yudhy.Net, Jakarta Oktober adalah bulan kesadaran kanker payudara. Ini saatnya mengingatkan kita akan pentingnya deteksi dini untuk meningkatkan peluang kesembuhan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melalui lembaga penelitian kankernya International Agency for Research on Cancer (IARC) menyoroti bahwa kanker payudara masih menjadi penyebab kematian utama di Indonesia.
Menurut Statistik Kanker Dunia (Globocan) 2020 yang diterbitkan WHO, 396.914 kasus kanker baru dan 234.511 kematian disebabkan oleh kanker payudara di Indonesia.
Sayangnya, 70 persen dari seluruh kanker payudara sudah berada pada stadium lanjut ketika terdeteksi. Pasalnya, masih banyak perempuan Indonesia yang salah menilai tanda-tanda awal penyakit kanker, seperti benjolan di payudara atau perubahan fisik lainnya.
Akibatnya, ketika rasa sakit semakin parah dan gejala yang lebih mengganggu mulai muncul, mereka berkonsultasi ke dokter. Pada kanker stadium lanjut, pengobatan menjadi lebih kompleks dan sulit, lebih mahal, dan memiliki risiko kematian lebih tinggi.
“Masih ada gap antara deteksi dini kanker payudara di negara maju dibandingkan di Indonesia,” kata Farida Briani Sobri, dokter bedah onkologi pada talkshow hasil kolaborasi RS Jakarta Metropolitan Medical Center (MMC), Roche dan Smart Pink. Dibuka pada Minggu, 27 Oktober 2024.
Farida menambahkan, hal ini ditunjukkan dengan rendahnya tingkat deteksi dini dan tingginya angka kematian. Sebaliknya, negara lain seperti Australia memiliki tingkat deteksi dini yang tinggi dan tingkat kematian yang rendah.
Acara ceramah tersebut juga menyoroti beberapa hal yang menjadikan rendahnya kesadaran perempuan Indonesia akan bahaya kanker payudara jika dideteksi dini, salah satunya adalah pengobatan alternatif.
“Tantangan pengobatan kanker payudara di Indonesia menjadi semakin kompleks, terutama dengan maraknya pengobatan alternatif yang belum terbukti,” kata Farida.
Pengobatan alternatif ini berbahaya karena seringkali dikemas dengan pengobatan yang terlihat medis dan menawarkan obat yang menggunakan nama yang mirip dengan pengobatan medis.
“Banyak dari klinik ini menggunakan istilah medis untuk menarik pasien, meskipun perawatan yang mereka tawarkan kurang memiliki bukti ilmiah yang kuat. “Pengobatan alternatif seringkali tidak bertanggung jawab.
Para ahli kesehatan menekankan pentingnya deteksi dini atau skrining kanker payudara sebagai langkah penting dalam memperpanjang hidup pasien. Deteksi dini kanker payudara dapat dilakukan melalui berbagai metode, antara lain pemeriksaan klinis dan pencitraan seperti USG (USG) dan mamografi.
Selain itu, sebagian wanita juga percaya bahwa tidak ada gejala atau risiko genetik sehingga tidak melakukan deteksi dini. Hal ini juga diperparah dengan kurangnya kesadaran dan informasi mengenai deteksi dini kanker payudara.
Kabar baiknya, di era digital, teknologi mamografi juga berkembang dengan teknologi terkini.
Mammografi seperti di Rumah Sakit MMC dirancang untuk membuat pasien lebih nyaman saat menjalani pemeriksaan dengan software teknologi 3D tercanggih untuk analisis gambar yang lebih baik.
Mamografi ini mampu menghasilkan gambar yang tajam dan presisi dengan resolusi tinggi dan kontras yang baik. Teknologi dan presisi tinggi ini memungkinkan kami memeriksa struktur payudara lapis demi lapis sehingga tidak ada tempat tersisa bagi kanker untuk bersembunyi.
Dengan teknologi mamografi terkini, Rumah Sakit MMC dapat meningkatkan deteksi dini kanker, yang merupakan kunci pengobatan efektif.
Farida Briani mengembangkan aplikasi MammaSIP untuk meningkatkan kesadaran dan mengakses informasi tentang kanker payudara.
Hasil inovasi PhD Farida, aplikasi ini menjadi solusi praktis bagi masyarakat untuk mengakses informasi akurat dan terkini mengenai pencegahan, deteksi dini, dan pengobatan kanker payudara.
Aplikasi MammaSIP (Screening, Intervensi dan Pencegahan) dikembangkan oleh Farida dan rekannya berdasarkan berbagai kajian dan referensi ilmiah, yang melibatkan berbagai ahli di bidangnya untuk memastikan kebenaran dan manfaatnya.
“Dengan MammaSIP, perempuan dapat melakukan pemeriksaan diri secara mandiri, berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan dan mengakses berbagai sumber daya terkait,” tutupnya.