Fodor’s Travel Sebut Bali Tak Layak Dikunjungi di 2025, DPR: Tak Ada Kajian Mendasar

Fodor’s Travel Sebut Bali Tak Layak Dikunjungi di 2025, DPR: Tak Ada Kajian Mendasar

Yudhy.Net, Jakarta Fodor’s Travel Jakarta Fodor’s Travel Pernyataan Bali tak layak dikunjungi tahun depan dinilai berlebihan dan bisa menghancurkan minat wisatawan global ke Bali. Hal ini akan sangat berdampak buruk bagi Indonesia, karena Bali merupakan salah satu tempat wisata di Indonesia.

Sebelumnya, situs penyedia travel guide Amerika, Fodor’s Travel, resmi merilis daftar destinasi yang wajib dipertimbangkan kembali sebelum dikunjungi pada tahun 2025, dan dalam daftar tersebut, Bali menjadi destinasi paling direkomendasikan untuk tidak dikunjungi tahun depan. .

Anggota Komisi VII DPR RI Bambang Harjo Soekartono mengatakan Kementerian Pariwisata harus segera menyikapi beredarnya travel Fodor. Ia mengatakan, penilaian Fodor tidak didasarkan pada kajian mendalam dan komprehensif terhadap seluruh indikator untuk menilai kesesuaian suatu destinasi wisata secara keseluruhan.

“Pemberian penilaian melibatkan sudut pandang atau banyak kriteria yang berbeda. Jadi sebaiknya Anda lihat dulu, apa pendapat Anda? besar atau kecil,” kata Bambang, dikutip Jumat (29 November 2024).

Alasan yang disampaikan Fodor’s Travel adalah jumlah pengunjung wisatawan mancanegara ke Bali sangat banyak sehingga berdampak pada kenyamanan masyarakat setempat, menurut Bambang Haryo, hal tersebut tidak benar.

“Jumlah wisman yang hanya 4,7 orang menurut saya tidak terlalu padat. Coba bandingkan dengan Pulau Penang di Malaysia yang lebih banyak dikunjungi wisatawan asing, tepatnya 6 juta, tidak masalah. Meski luas Pulau Penang hanya seperlima luas Pulau Bali, namun luasnya mencapai 5.000 ribu kilometer persegi. Hanya saja wisatawan nusantara di Pulau Bali jauh lebih banyak, sekitar 8,5 juta orang per tahun, ujarnya.

Diakuinya, banyaknya wisatawan nusantara menambah kepadatan Pulau Bali karena sebagian besar menggunakan kendaraan pribadi sehingga infrastruktur jalan tidak ada bandingannya dari segi kapasitas kendaraan yang sudah seimbang.

“Sudah saatnya Bali memiliki angkutan massal bus umum yang menghubungkan tempat-tempat wisata sebagai sarana wisatawan, sehingga masyarakat tidak perlu menggunakan kendaraan pribadi,” tegasnya.

 

Hal ini dilakukan di destinasi wisata di berbagai negara, termasuk Malaysia. Atau bila perlu, saatnya menambah jalur infrastruktur khusus yang menghubungkan tempat wisata Bali.

Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi Fodor untuk mengklaim Bali ramai karena masih ada jalur lain yang dapat menghubungkan tempat-tempat wisata tersebut. “Kalau ramai, Bali tetap bisa menyediakan infrastruktur transportasi massal menuju tempat wisata tersebut,” tegas Bambang Harjo.

Ia juga menyoroti persoalan sampah yang menjadi salah satu poin Fodor. Ia menegaskan, tidak bisa dikatakan pantai-pantai di Bali penuh sampah.

“Kita lihat total panjang pantai di Pulau Bali yakni 633,35 kilometer, 60 persennya bisa dimanfaatkan untuk pariwisata, hanya Pantai Kuta yang bermasalah sampah. Artinya, lebih dari 1 persen pantai tidak bermasalah dengan sampah. Terlihat pernyataan perjalanan Fodor cenderung meremehkan atau menampik pariwisata Indonesia yang masih terus membaik dan meningkatkan kepercayaan masyarakat dunia, ujarnya.

 

Bambang Harjo meminta Kementerian Pariwisata segera menolak pernyataan perjalanan Fodor.

“Kita tahu animo masyarakat internasional terhadap Bali masih cukup tinggi dan trennya terus meningkat dari tahun ke tahun pasca Covid. Artinya, masih banyak indikator lain yang lebih penting yang dibutuhkan wisatawan selama berada di Bali, ujarnya.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *