Laporan reporter Yudhy.Net.com Rina Ayu
Yudhy.Net.COM, JAKARTA – Lebih dari 80 persen kasus glaukoma tampaknya tidak menunjukkan gejala. Inilah sebabnya mengapa glaukoma dijuluki “pencuri penglihatan”.
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua terbanyak di dunia setelah katarak.
Sayangnya, banyak pasien yang berobat hanya pada stadium lanjut.
Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Subspesialis Glaukoma Dr. Prof. Dr. Dr. Widya Artini Wiyogo menjelaskan, glaukoma terjadi karena adanya peningkatan tekanan pada bola mata sehingga dapat merusak saraf optik.
Kondisi neuropati optik progresif ini menyebabkan berkurangnya fungsi penglihatan: bidang penglihatan secara bertahap menyempit hingga mencapai kebutaan permanen yang tidak dapat disembuhkan.
Yang lebih mengkhawatirkan lagi, glaukoma tidak dapat disembuhkan, namun kebutaan glaukoma dapat dicegah dengan deteksi dini dan pengobatan.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk lebih mewaspadai kelainan mata ini.
Ia menambahkan, glaukoma bersifat kronis dan berdampak besar pada kualitas hidup pasien.
Secara psikologis, penderita glaukoma juga berisiko merasa cemas, bahkan depresi, karena selalu khawatir akan mengalami kebutaan.
Belum lagi dampak finansial dari perlunya pengobatan glaukoma. Intervensi medis berupa operasi implantasi glaukoma merupakan salah satu solusi yang tepat agar pasien dapat memiliki hidup yang berkualitas dan terhindar dari kebutaan glaukoma. Perempuan lebih berisiko
Ada beberapa faktor risiko terjadinya glaukoma, wanita memiliki insiden glaukoma lebih tinggi dibandingkan pria dan orang kulit hitam memiliki insiden lebih tinggi dibandingkan orang kulit putih.
Glaukoma juga merupakan penyakit degeneratif sehingga risikonya meningkat seiring bertambahnya usia.
Faktor lain yang berperan adalah riwayat keluarga dengan kelainan refraksi seperti glaukoma, miopia, dan rabun dekat, serta penyakit sistemik seperti diabetes melitus, hipertensi, dan hipotensi.
Untuk meminimalkan kehilangan penglihatan.
Disarankan untuk menggunakan standar usia untuk melakukan skrining, yaitu mereka yang berusia di bawah 40 tahun harus melakukan skrining setiap 2-4 tahun, mereka yang berusia 40-60 tahun setiap 2-3 tahun, dan mereka yang berusia di atas 60 tahun untuk melakukan skrining setiap 1-2 tahun.
Glaukoma kronis tidak menimbulkan gejala, sehingga berbeda dengan glaukoma akut yang menimbulkan gejala seperti mata merah, nyeri mata, pandangan kabur, mual dan muntah, pelangi atau lingkaran cahaya, dan penyempitan lapang pandang.