Yudhy.Net, Jakarta – Pemerintah memperkuat upaya pencegahan stunting dan berat badan lahir rendah (BBLR) melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/2197/2023 tentang Formularium Nasional (Fornas).
Fornas merupakan daftar obat-obatan pilihan yang diperlukan dan dijadikan acuan dalam pemberian pelayanan kesehatan selama pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Berbagai pihak memandang hal ini sebagai langkah penting dalam mencegah keterlambatan bayi prematur akibat gizi buruk. Juga berat badan rendah dan anak-anak dengan kelainan metabolisme langka.
Keputusan ini mencakup pengamanan pangan olahan untuk kebutuhan medis khusus (PSM). Masuknya PKMK ke dalam Formularium Nasional yang kemudian menjadi dasar penerapan JKN membawa harapan baru bagi anak-anak penderita kelainan metabolisme langka di Indonesia.
Menurut Kepala RNPC Penyakit Langka, Dr. Chipta Mangunkusumo, Prof. Damayanti Rusli Sharif, Kasus prematur dan BBLR sering terjadi.
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 menemukan 11,1 persen bayi di Indonesia lahir sebelum 37 minggu. Prematuritas dan BBLR juga menjadi faktor risiko terjadinya stunting.
Sedangkan PKMK merupakan terapi yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Dana Anak Internasional PBB (UNICEF) sejak tahun 2009. Makanan ini dirancang khusus untuk pasien dengan kelainan metabolisme bawaan langka yang menghalangi anak-anak untuk memakannya. air susu ibu (ASI).
“PKMK bertujuan untuk menyelamatkan nyawa pasien dan mengurangi kemungkinan terjadinya stunting,” kata Damayanti dalam keterangan pers, Rabu (28/08/2024).
Dokter spesialis anak ini menjelaskan, pasien penyakit langka di Indonesia masih menghadapi berbagai kendala.
Oleh karena itu, dia menilai langkah pemerintah yang mengalihkan PKMK ke Fornas merupakan langkah yang sangat baik.
“Apalagi biaya pengobatan penyakit langka relatif mahal, padahal banyak penyakit langka yang bisa diobati dengan PCM. Biaya PKMK ini bisa mencapai 4-5 juta rupiah per pasien per bulan, sehingga diperlukan dukungan agar penyakit langka “Pasien dan pasien dapat hidup sebagai sumber daya manusia (“sumber daya manusia yang berkualitas”) dan tidak menderita gizi buruk atau Ketertinggalan semakin meningkat,” kata Damayanti.
Penny Utami, Ketua Yayasan Mucopolysaccharidosis (MPS) dan Penyakit Langka Indonesia, juga memuji langkah pemerintah dalam meningkatkan kualitas hidup penderita penyakit langka.
“Kami mengapresiasi upaya pemerintah yang memasukkan PKMK ke dalam formularium nasional. Tujuan PKMK ini adalah untuk menyelamatkan nyawa pasien,” kata Penny dalam keterangan yang sama.
Penny menambahkan, sebagian besar PKMK di Indonesia masih sulit didapat dan harganya sangat mahal. Oleh karena itu, yayasan terus memperjuangkan agar PKMK dapat dijamin oleh negara sebagai hak setiap warga negara atas pelayanan kesehatan yang layak.
PKMK yang kali ini masuk Formula Nasional meliputi pengobatan penyakit saluran kencing dengan sirup maple, acidemia isovalerik, tirosinemia, fenilketonuria, galaktosemia, dan bayi prematur.
Pada kesempatan lain, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Eva Susanti mengungkapkan, 50 persen penderita penyakit langka adalah anak-anak. Namun obat penyakit langka yang tersedia hanya 5 persen.
Eva mengatakan pemerintah telah melakukan banyak upaya untuk memerangi penyakit ini, namun masih perlu memperkuat pengawasan, deteksi dini, dan pengobatan yang tepat pada semua kasus.
Penyakit langka adalah penyakit yang mengancam jiwa atau mengganggu kualitas hidup yang memiliki insiden rendah yaitu sekitar 1 dari 2.000 populasi. Sebagian besar penyakit langka, atau 80 persen, disebabkan oleh kelainan genetik, dan 30 persen kasusnya disebabkan oleh kelainan genetik. akan berakhir dengan kematian di bawah usia 5 tahun.
Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap penyakit langka dan dukungan pemerintah diperlukan untuk memastikan pasien dapat menerima pengobatan yang tepat.
“Dengan keputusan memasukkan PKMK ke dalam formularium nasional, kami berharap pasien penyakit langka di Indonesia dapat mendapatkan pengobatan yang lebih baik dan meningkatkan kualitas hidupnya,” tutup Penny.