Yudhy.Net.COM, JAKARTA – Belakangan ini para pedagang lebih memilih pembayaran non-tunai menggunakan dompet digital, kartu debit, atau kartu kredit dan menghindari pembayaran tunai.
Deputi Gubernur BI Primanto Giovono menegaskan pedagang harus menerima pembayaran tunai sebagaimana UU No. Berdasarkan Peraturan Mata Uang 7 Tahun 2011, setiap orang dilarang menolak menerima rupiah sebagai alat pembayaran di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Praktisi hukum Hendra Sethiyavan Boyen secara terpisah mengatakan, pedagang yang menolak uang tersebut bukanlah seorang nasionalis dan rupee kehilangan nilainya, terutama ketika konsumen menawarkan rupee hasil jerih payahnya yang ditolak oleh pedagang.
“Tidak punya uang di masa pandemi adalah hal yang lumrah karena mencegah penyebaran virus yang bisa menempel di uang, tapi sekarang pandemi sudah selesai. Bagaimana mereka bisa hidup di Indonesia tapi merelakan rupiah?” – kata Hendra, Kamis (17/10/2024).
Hendra memahami para pedagang pada umumnya lebih memilih transaksi non-tunai karena tidak perlu menyiapkan uang kembalian, menghitung pendapatan sehari-hari, dan terhindar dari pencurian.
Namun, kata dia, pengecer juga harus mempertimbangkan konsumen.
“Bagaimana jika pengguna hanya mempunyai uang karena dompet digitalnya habis? Atau jika pengguna lebih memilih untuk menangani uangnya, baik melalui kartu debit atau kredit, karena terlindungi dari pencurian data?”
Kendati demikian, Hendra menerima kebijakan cashless dari beberapa perusahaan.
“Cashless dapat dipahami sebagai transaksi yang sama-sama memberikan manfaat bagi pelaku usaha dan konsumen, seperti pembelian barang berharga yang transaksinya aman, sehingga pengemudi dan petugas taksi harus mempertimbangkan kembaliannya.
Pada saat yang sama, lanjutnya, apakah harus bangkrut untuk membeli makanan, minuman, pakaian, atau ke bioskop? Hendra meminta Pemerintah dan Bank Indonesia tidak hanya memberi nasihat, tapi juga memberikan sanksi kepada pelaku usaha keras seperti pelarangan kode QR.
Sanksi masih menunggu keputusan
Menurut Pasal 23 UU Mata Uang, dilarang menolak menerima pembayaran dalam rupee, atau melakukan kewajiban dalam rupee dan/atau transaksi keuangan lainnya di wilayah republik. Jika ada keraguan mengenai keaslian rupiah, Indonesia.
Pasal 23 ayat (2) menyebutkan, penolakan membayar rupee diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 200.000 juta.
Penjual tidak berhak menolak transaksi tunai berdasarkan pasal-pasal ini.