TB pada Anak Kerap Ditandai 6 Gejala Ini, Apa yang Harus Dilakukan Orangtua?
Yudhy.Net, Jakarta Khususnya anak-anak di bawah usia lima tahun (balita) merupakan kelompok rentan terhadap penyakit tuberkulosis (TB).
Kementerian Kesehatan menyatakan 100.726 anak akan tertular TBC di Indonesia pada tahun 2022. Jumlah tersebut terdiri dari anak-anak berusia 0-14 tahun. Rinciannya, 57.024 anak usia 0-4 tahun ditemukan terkena TBC.
Menurut Muhammad Fahrul Udin, dokter anak spesialis saluran pernafasan dan paru-paru (Ilmu Pernapasan) dari Ikatan Anak Indonesia (IDAI), TBC merupakan penyakit serius yang disebabkan oleh bakteri yang dapat menular melalui udara. Ternyata, selain menyerang paru-paru, TBC juga bisa menyerang kulit, mata, dan organ tubuh lainnya.
“Anak-anak sangat rentan karena daya tahan tubuhnya belum berkembang sempurna, pentingnya informasi bagi orang tua untuk lebih mewaspadai gejala dan cara pencegahan penyakit tuberkulosis,” kata Fahrul dalam serial Kelas Orang Tua (Kerabat). Kamis (26/09/2024) ke-9 Tahun 2024 mengangkat tema Identifikasi dan Pencegahan Tuberkulosis (TB) Anak Usia Dini dengan Metode Hybrid. Apa saja gejala TBC pada anak?
Fahrul menambahkan, TBC bisa menular melalui udara, terutama saat orang yang tertular batuk atau bersin. Setiap bersin menyebarkan 1000 kuman.
Anak lebih rentan terkena TBC jika ada anggota keluarga yang mengidap TBC aktif. Ventilasi yang buruk di rumah juga meningkatkan risiko infeksi karena kuman menyebar ke seluruh rumah.
“Sangat baik jika rumah Anda terkena sinar matahari karena kuman bisa mati di bawah sinar matahari.”
Gejala TBC pada anak yang perlu diwaspadai orang tua adalah: Batuk berkepanjangan, yaitu batuk yang berlangsung lebih dari dua minggu, tidak berhenti, tidak datang dan pergi; demam selama lebih dari dua minggu; penurunan berat badan; anak berkeringat pada malam hari, padahal ruangan dingin dan tidak ada aktivitas fisik; ada pembengkakan kelenjar getah bening; anak kurang aktif dan lemah.
Jika orang tua mendapati anaknya menunjukkan gejala TBC, sebaiknya orang tua segera membawanya ke fasilitas kesehatan (faskes).
Fahrul mengatakan, “Segera hubungi institusi kesehatan terdekat seperti Puskesmas, dokter anak, dokter spesialis paru anak, lakukan pemeriksaan laboratorium dan ikuti petunjuk dokter.”
Lalu apa yang harus dilakukan jika anak positif TBC?
“Jika seorang anak dinyatakan positif mengidap TBC, yang dilakukan adalah isolasi dan pencegahan penularan. Pastikan nutrisi yang cukup, pantau pengobatan dan tumbuh kembang anak, skrining anggota keluarga lain yang tinggal serumah, pastikan kebersihan dan sirkulasi udara. ,” kata Fahrul.
Fahrul juga menjelaskan pentingnya vaksin BCG dalam mencegah tuberkulosis pada anak. Sebab, mencegah lebih baik daripada mengobati.
“Ketika anak-anak terkena tuberkulosis, mereka harus segera diobati untuk mencegah mereka terkena tuberkulosis serebral atau meningitis, karena perbedaannya sangat besar dan dapat menyebabkan kejang dan kecacatan.”
Selain vaksinasi, perlindungan juga dapat dilakukan melalui pola hidup sehat dan pola hidup energik yang mampu melawan kuman penyakit dan meningkatkan daya tahan tubuh. Jangan lupa minum obat anti tuberkulosis (TPT).
“Ini pencegahan, bukan terapi. Ini diberikan pada anak di bawah lima tahun yang berisiko tinggi tertular TBC karena berbagi rumah sama dengan bersabar.”
Pengobatan preventif tuberkulosis sangat penting untuk menurunkan angka tuberkulosis di Indonesia. Fahrul mencontohkan, jika seorang ibu yang menderita TBC tidak mencegah penularannya, maka anaknya juga bisa tertular. Ketika seorang anak tertular, ia dapat menularkan TBC kepada teman-temannya di sekolah.
“Ini sangat berbahaya,” kata Fahrul.
Pada kesempatan yang sama, Nopian Andusti, Deputi Penanggung Jawab Kesejahteraan Keluarga dan Penguatan Keluarga (KSPK) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), memberikan tambahan informasi. Menurutnya, tuberkulosis pada anak dikaitkan dengan potensi keterlambatan tumbuh kembang.
Stunting dapat meningkatkan risiko terjadinya TBC aktif akibat menurunnya imunitas akibat masalah gizi, sedangkan TBC yang tidak ditangani secepatnya dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak sehingga menyebabkan stunting. “Menurunnya nafsu makan anak penderita TBC juga dapat menyebabkan kurangnya nutrisi bagi tumbuh kembang anak,” kata Nopian.